(penyangkalan & penjelajah baru)
Kini ku tinggalkan gapura megah yang
ku lalui tadi pagi. Ku lirik arloji yang ku kenakan di tangan kiri. Waktu
menunjukan pukul Sembilan tepat. Ya, aku baru saja dua jam berada di sekolah
baru ku itu. Bahkan dua jam itu pun terpotong saat aku pingsan.
“Kita
langsung ke dokter aja ya Dit.” Ujar mama.
“Udah,
gak usah ma, Radhit Cuma kecapaian aja kok.” Sanggah ku.
“Yakin
kamu gak perlu kedokter.??”
“Yakin
banget.” Ucap ku mantap.
“Yaudah
kalau gitu, mama antar kamu pulang dulu. Habis itu mama lansung ke kantor
lagi.”
“hmm.”
“Nanti
kalau kamu lapar, makanan yang di kulkas di panasin aja. Mama pulang agak larut
malam nanti, jangan lupa………….”
“Pintunya
dikunci.??? Radhit dah ngerti ma.” Lagi, ku potong pembicaraan mama yang sudah
ku hafal diluar kapala ku.
“Iya,
benar sekali. Makin pinter aja anak mama.”
Ku
acuhkan godaan mama. Sebenarnya aku rada risih diperlakukan seperti anak kecil.
Apa mama masih belum lihat bahwa anaknya ini sudah mulai beranjak dewasa.
Kadang perlakuan mama sering membuatku kesal dan jengkel. Tapi, walau begitu
aku tetap menyayangi nya. Karna hanya mama lah yang ku miliki sekarang. Papa
dan kak Nino sudah menemukan jalan Adam lebih awal. Ya, jalan menuju taman
surga.
Mobil
yang mama kendarai kini telah Berhenti. Berhenti di sebuah rumah yang cukup
besar jika hanya ditempati oleh dua orang penghuni saja. Segera aku membuka
pintu mobil dan mulai beranjak keluar. Berdiri di depan pagar seraya
melambaikan tangan hingga mobil mama hilang dalam kejauhan.
Dan
kini sepi kembali menemani ku. Berpikir tak ada lagi yang ku lakukan disini,
langsung saja aku bergegas masuk kedalam rumah. Terlihat lemari penghargaan kak
Nino dan foto keluarga ukuran besar yang terpajang di ruang tamu seakan
memberikan ucapan selamat datang. Dan jujur saja, tak ada lagi yang menarik
disini. Lagi, aku beranjak meninggalkan posisi ku dan langsung saja menuju
kamar yang berada di lantai dua setelah mengunci rapat pintu depan.
Gerah
dengan seragam yang mulai membuatku sesak semenjak dari tadi dan tanpa pikir
panjang langsung ku lepaskan kemeja yang ku kenakan. Tetapi gerah masih belum
mau pergi meninggalkan ku. Merasa belum puas, kembali ku lepaskan kaos dalam
ku. Sedikit lebih baik dengan keadaan bertelanjang dada sekarang. Tapi gerah
masih belum sepenuhnya mau meninggalkan ku. Mataku menatap kebawah, melihat
sesuatu yang berwarna biru.
“Sial,
haruskah ku lakukan ini untuk menghilangkan gerah.??” Batin ku.
Ku
pungut benda berwarna biru tersebut dan ku masukkan kedalam kontak listrik.
Kini aliran energy tersalur melalui kabel menuju baling-baling yang berada
langit-langit kamarku. Sekejap benda besar itu kini berputar kencang searah
jarum jam. Angin sejuk kini mulai memenuhi kamarku. Suatu jaminan agar gerah
meninggalkan ku dan tak kan kembali lagi.
Ku
hempaskan tubuh ini keatas kasur. Begitu rileks dan nyaman terasa. Tentara
sunyi masih bersama ku disini, seakan ingin menjemput ku menuju ruang mimpi.
Belum sempat mimpi menggapaiku, tiba-tiba seseorang memecahkan ketenangan.
Membuatku kembali beranjak dari kasur ku.
“Gimana
keadaan lo.?? Udah baikan.??”
“Ngapain
lo disini.?? Bukannya gue udah kunci pintu.?? Lo masuk dari mana.??”
“Yakin
pintu depan udah lo kunci.?? Apa keberadaan gue di depan kamar lo kurang
meyakinkan.??”
Aneh,
karna rasanya aku yakin sekali sudah mengunci pintu depan. Atau jangan-jangan
nih anak berlatih jurus ninja kali ya. Ahh,, masa bodoh, mau dia ninja atau
bukan, aku tak ada urusan dengan hal itu. Yang jadi pertanyaan, kenapa dia
datang kemari.?? Apa hanya sekedar menjenguk.?? Atah lebih dari sekedar itu.??
“Ada
urusan apa lo datang kesini.??” Tanyaku heran.
“Hanya
sekedar menjenguk seorang teman lama yang sakit aja, dan……………..”
“Dan
apa.??”
“Dan
gue ingin bertanya sesuatu.”
“Sesuatu.??
Tentang apa.??” Kini aku benar-benar heran dengan anak ini.
“Tentang
sikap lo siang tadi. Saat di koridor.”
“Saat
gue memalingkan wajah dari lo.??”
“iya,
tentang hal itu. Apa ada yang salah dengan gue. Atau lo masih marah karna
gara-gara gue lo dihukum sama tuh senior.??”
Pembicaraan
yang sejak awal sudah terasa dingin dan kaku kini mulai membeku. Berat rasanya
jika ku ceritakan bahwa sikapku berubah padanya hanya karna sebuah angan. Tapi,
apa harus ku ceritakan hal konyol ini.
“Maaf
soal itu, gue mimpi tentang lo saat pingsan siang tadi, bukan tentang sesuatu
yang menyenangkan.” Jelas ku.
“Hanya
karna itu.??”
“Tapi
mimpi gue terasa begitu nyata.” Ku coba meyakinkan.
“Tentang
apa.??”
“Tentang
sesuatu yang menyatakan bahwa lo gak sempurna.”
“Kalau
itu benar adanya, apa lo bakalan menyangkal gue.!!”
“Gue
juga gak tau tentang itu.” Jawabku lesu.
“Apa
lo Cuma mencari sebuah kesempurnaan.!! Buka mata lo.!! Kesempurnaan Cuma ada
dalam fantasi lo.!!” Ucapnya dengan nada suara yang lebih tinggi.
Pembicaraan
tadinya membeku, kini mulai mencair, bahkan bisa dikatakan bahwa sekarang
pembicaraan ini mulai terbakar hebat. Semua ini hanya karna pendapatku yang secara
sepihak terhadapnya. Ini memang kesalahan ku. Maka secepatnya ingin ku akhiri
semua ini dengan bertanya tentang sebuah kejelasan darinya.
“Jadi
apa itu benar.?? Apa benar tentang semua ketidak sempurnaan ini.??”
“Gue
gak tau arah dari pembicaraan lo, tapi jujur gue gak sempurna.” Ungkapnya.
“Jadi, hubungan pertemanan ini.?? Apa akan tetap berlanjut.??”
“Sebelum
gue jawab pertanyaan lo. Kalau boleh tau, tentang apa ketidak sempurnaan lo.?”
“Tentang
sesuatu yang tak patut untuk di ceritakan.”
Dia
pun menghela nafas panjang. Kemudian melanjutkan pembicaraan.
“Jadi, apa pertemanan ini masih tetap
berlanjut.??”
“Gue
takut kalau hal itu sama seperti pemikiran gue. Sebenarnya gue masih bingung
mau menjawab apa.”
“Itu
hak lo untuk berteman dengan sapa aja.” Ucapnya lirih. “Dan gue rasa, udah gak
ada lagi urusan gue disini. Selamat tinggal.”
Dia
pun berjalan meninggalkan ku dan hilang dibalik pintu. Apa perbuatanku salah.??
Tapi jujur saja aku takut jika dia memang seperti yang ku bayangkan. Maaf karna
dalah hal ini aku sudah membuat sebuah penyangkalan terhadap mu. Dan maaf karna
aku masih belum bisa menerima semua ini.
***
Tiga
hari telah berlalu dengan cepat. Ahh sial, hanya karna rasa takut mama yang
berlebihan sehingga aku tidak di ijinkan mengikuti MOS hingga hari akhir. Pagi
ini aktifitas belajar mengajar akan mulai berlangsung. Aku mulai bangkit dari
ranjang dan mulai mempersiapkan diri. Suara mama tak terdengar semenjak dari
tadi, rasanya mama sudah berangkat lebih
awal. Apa boleh buat, aku harus menyiapkan segala sesuatunya sendiri.
Kembali
terlintas di benakku tentang kejadian kemarin. Kejadian tentang sebuah
penyangkalan. Apa sekarang aku harus menjauhinya. Ataukah bertindak seperti
biasa dan menganggap tak terjadi apa-apa. Aaaarrrghh, semua ini mulai membuatku
bingung. Rasanya aku hanya perlu sedikit mengambil jarak dengannya. Ya, aku
hanya perlu menjaga jarak.
Ku
mulai aktifitas pagi dengan mandi, selesai itu ku kenakan seragam dan menuju
meja makan untuk sarapan. Meja makan masih terisi penuh di pagi ini, tapi apa
mau dikata jika perut ini menolak untuk diisi. Apa boleh buat, terpaksa hanya
ku isi dengan segelas susu. Ku tinggalkan rumah menuju halte di seberang jalan.
Menunggu hingga ada angkutan yang mau membawaku menuju sekolah.
Di
dalam bus mataku sibuk mencari. Mencari seseorang yang memiliki satu tujuan
dengan ku. Ya, dia seseorang yang masih masuk dalam daftar penyangkalanku.
Lelah mata ini mencari tanpa menemukan hasil. Ku hentikan pencarian singkat
itu. Sebuah kursi masih terlihat kosong, tepat disamping jendela dan duduki
kursi tersebut. Saat bus sudah berjalan, mataku asik menikmati pemandangan yang
ada di sepanjang perjalanan. Sejenak pandanganku terhenti pada sesuatu. Seakan
tidak percaya, ku pertajam tatapan ku. Aku kenal dengannya. Cowok yang
mengendarai motor tersebut. Dia senior ku yang menjadi ketua panitia MOS
kemarin. Pandangan sepintas itu terhenti saat motornya jauh melambung melalui
bus yang ku tumpangi. Tapi, apa peduli ku, toh ini bukan waktu MOS lagi dan dia
juga bukan ketua panitia sekarang.
***
Bus
yang ku tumpangi terhenti disebuah halte yang berada tepat di sekolah baru ku.
ku tapakkan kaki kembali untuk kedua kalinya kedalam gapura megah tersebut.
Berharap hari ini lebih baik dari pada sebelumnya. Areal parkiran yang berada
tepat setelah gapura terlihat masih cukup ramai, termasuk juga dengan mereka
yang masih menggunakan seragam SMP. Beberapa anak masih asik mengobrol dengan
teman mereka di areal parkir, tak sedikit dari mereka yang bertingkah berandal
dengan puntung rokok diantara jemari mereka, ada juga yang hanya menggantungkan
helm dan segera masuk kedalam sekolah.
Dengan
santai kulangkahkan kaki melintasi koridor sekolah. Menuju ke papan pengumuman
untuk mencari daftar pembagian kelas. Berhubung karna pada saat MOS aku tidak
masuk, jadi aku tidak tahu menahu tentang info pembagian kelas. Sepanjang
koridor, terlihat ramai orang berlalu lalang. Inilah petualangan baru yang akan
segera ku mulai. Setelah cukup jauh dari koridor utama, tiba-tiba langkahku terhenti.
Aku
baru ingat kalau aku tidak tau dimana letak papan pengumuman. Rasanya aku perlu
bertanya kepada seseorang, tapi kepada siapa.? Mereka yang bercelana abu-abu.?
Apa aku siap di kerjai.? Atau mereka yang bercelana biru.? Yang sama barunya
dengan ku.? mungkin bertanya di meja piket yang berada tepat di koridor pertama
adalah ide yang bagus. Toh mereka guru, pasti baik-baik dan tau seluk-beluk
bagunan ini. Dan saat ku balikan haluan ku.
BRUUUUKKK…!!!
Tak
sengaja ku tabrak seseorang yang sedang membawa setumpuk buku hingga membuatnya
terjatuh. Buku yang di bawanya pun kini berserakan di lantai. Terdengar suara
tawa yang dari mereka yang melihat kejadian tadi. Sialnya orang yang ku tabrak
adalah salah satu dari mereka yang bercelana abu-abu.
“Ma..
ma.. maaf kak, aku gak sengaja.” Ucap ku grogi.
“Aduh,
kalau jalan liat-liat dong dek.!!”
“Sekali
lagi maaf kak. Aku gak sengaja. Biar aku bantu kumpulin buku nya”
Ku
pungut buku yang berserakan di lantai dan kembali menumpuknya menjadi satu, di
bantu oleh cewek yang ku tabrak tadi. Tiba-tiba seseorang datang menghapiri
kami dan ikut membantu.
“Lo
gak apa put.?” Ucap cowok tersebut.
“Gak
apa kok Vin.” Jawab cewek yang ku tabrak tadi.
Setelah
selesai dengan semua buku yang berserakan tadi, kami pun berdiri. Ku ucapkan
kata maaf sekali lagi dan mulai berjalan meninggalkan mereka berdua. Baru saja
aku berjalan beberapa langkah, tiba-tiba cowok tadi memanggil ku.
“Hey
tunggu.!! lo kan gak ikut MOS sampai selesai ya dek.?? Coba lo cek gih kelas lo
di papan pengumuman, lo jalan lurus aja ntar sampai aula belok kiri, papan info
nya tepat di samping mading.”
“owh,
makasih banyak kak.” Jawab ku
Beruntung
senior yang pernah menjadi ketua panitia MOS tersebut memberitahukan dimana
tempat informasi yang ingin ku cari. Jadi tidak perlu repot-repot untuk balik
lagi ke meja piket. Kini aku berjalan menuju tempat sesuai dengan informasi
yang diberitahukan senior tadi. Seperti yang dia bilang, papan pengumuman
berada tepat di samping mading. Ya, sekarang yang ku cari berada tepat di hadapanku.
Ku
perhatikan satu persatu daftar nama yang terpampang disana. Cukup banyak
memang, ku cari dengan teliti haingga akhirnya ku temukan nama ku.
“X-5.??
Huhh, bukan angka ku.”
Saat
aku mulai berjalan meninggalkan tempat tersebut menuju kelas, pandangan ku
tidak sengaja melihat sesuatu yang tertempel di papan mading. “PENDAFTARAN TEAM
BASKET SEKOLAH” begitu tulisannya, dan rasanya cukup menarik. Tertera sebuah
kontak person di bawah lembaran tersebut. Ku keluarkan ponselku dan mencatat
nomer yang tertera disana sebelum meninggalkan tempat tersebut.
Kini
ku tinggalkan tempat tersebut dan menuju ruang kelas ku,berhubung masih baru di
lingkungan ini, jadi ku beranikan diri bertanya pada seseorang yang lewat di
sekitarku. “Di lantai dua.” Begitu katanya. Ku telusuri koridor sepanjang
lantai dua hingga ku temukan sebuah ruangan dengan papan yang bertuliskan “X-5”
diatas pintu. Ya, ini kelasku. Ruang kelas tersebut tertutup rapat. Ku buka
perlahan pintu kelas tersebut. Suara hingar bingar anak-anak di dalam kelas pun
mulai terdengar.
“Selamat
datang penjelajah baru, disini lah tempat mu.” Dan kata itu berkumandang di
dalam benakku.
Bersambung……………………………………..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar