“Bi,
Vino keluar bentar ya.” Ujar ku kepada bi Ijah yang sedang menyapu teras rumah.
“Gak
makan dulu den.” Sahut bi Ijah.
“Enggak
bi, ntar Vino makan di luar aja.”
“ohh,
ya sudah kalau gitu”
“Jalan
dulu ya bi.” Ucap ku seraya meninggalkan bi Ijah yang sedang menyapu teras
rumah.
Sudah
tiga hari Putri tidak memberi ku kabar sejak ku antar dia pada saat sakit di
sekolah beberapa hari lalu. Dan setiap kali ku hubungi, juga tak ada balasan
dari Putri. Rasanya sebelum pergi mencari makan, alangkah baiknya ku temui dulu
Putri di rumah nya untuk melihat keadaan nya.
Setibanya
di rumah Putri, ku parkirkan motorku di depan pagar rumah nya. Ku lihat ada
seorang wanita seumuran dengan mama sedang asik merawat tanaman di perkarangan
rumah Putri.
“Sore
tante, Putri nya ada..?” sapa ku sopan.
“Ehh
nak Vino, Putri nya lagi keluar Vin.” Jawab ibunya putri.
“Kalau
boleh tau kemana ya tan..?”
“Tante
kurang tau juga Vin, coba deh kamu hubungi Putri aja.” Balas ibu itu ramah.
“Owh
yaudah kalau gitu. Vino pamit dulu ya tan.” Kataku dan meninggalkan wanita
tersebut.
Sekarang
pikiranku mulai kacau. Sebenarnya ada apa dengan Putri. Kenapa tidak membalas
sms ku. Tidak pernah mengangkat telpon ketika aku hubungi. Mungkin hal ini
harus aku selidiki.
***
Jam
istirahat pertama baru saja di mulai. Langsung saja aku menuju kelas X 5,
tempat Radhit berada. Dan beruntung saat itu dia masih berada di dalam kelas.
Ku hampiri dia yang sedang sibuk membereskan peralatannya di atas meja.
“Hay
dit.”
“Eh
kak Vino, ada apa kak.? Tumben datang ke kelas aku.?” Tanya radhit kebingungan.
“Aku
mau minta tolong nih dit, bisa.?” Ujar ku langsung ke inti permasalahan.
“Minta
tolong apa kak.?” Tanya radhit yang sekarang benar-benar terlihat penasaran.
“
Entar pulang sekolah aku tunggu di tempat parkir, nanti kalau kamu udah di sana
baru aku ceritain, gimana.?”
“Oke
deh kak, sip.” Jawab radhit yang ku anggap sudah mengiyakan permintaan ku tadi.
Bel
tanda pulang sekolah telah berbunyi. Langsung saja aku menuju tempat parkir
dimana aku sudah membuat janji dengan Radhit tadi.
Setelah
beberapa menit menunggu, Radhit pun muncul.
“Maaf
kak kelamaan.”
“Gak
apa kok dit.”
“Kalo
boleh tau kak Vino mau minta bantuan apa ke aku.?” Tanya Radhit.
Ku
tunjuk seseorang yang baru saja keluar dari gerbang sekolah.
“Itu, kamu bisa
tolong aku ngikutin wanita itu gak.?” Jelas ku.
“Owh yang itu ya.
Terus habis itu.?” Tanya Radhit yang masih bingung.
“Ya ikutin aja. Entar
kalo dia udah berhenti di suatu tempat kamu hubungi aku.” Jelas ku lagi.
“Oke deh kak.” Jawab
radhit sambil mengangkat jempolnya ke arah ku.
Radhit pun berjalan
mengikuti kemana anak wanita itu pergi.
Sekitar setengah jam
aku masih berada di tempat parkir sekolah menunggu informasi dari Radhit. Dan
kini ku rasakan sesuatu di kantong celana ku bergetar. Ya, benar saja itu sms
dari Radhit.
Langsung saja ku baca
sms dari Radhit.
“Kak
Vino, orangnya lagi ada di taman kota nih. Lagi berduaan sama cwo nya menurut
aku. Hihihihiiii..”
Jelas saja Radhit
blak-blakan sms nya, mungkin karna dia belum mengetahui bahwa Putri masih
berstatus pacar aku.
Langsung saja aku
menuju ke tempat dimana Radhit berada.
“Dit, dimana cewek
tadi.” Tanya ku setelah tiba di tempat Radhit berada.
“Tuh disana.” Jawab
Radhit sambil menunjuk wanita yang sedang duduk dengan seorang cowok yang masih
berseragam sekolah.
Ku lihat kedua orang
tersebut, dan ternyata Putri sedang duduk bersama orang yang tak asing lagi
bagi ku. Dia Rama, anak yang waktu itu sempat berbincang dengan ku. Tapi
kenapa.
Belum saja
kebingungan ku berakhir, kini sudah bisa ku tarik kesimpulan saat kedua orang
tersebut saling mempertemukan bibir mereka di bangku taman tempat mereka duduk.
Dan kejadian itu ku lihat dengan mata kepalaku sendiri.
Langsung saja aku
hampiri mereka berdua. Ku lihat raut wajah Putri yang begitu kebingungan saat
aku berada tepat di depan nya. Sedangkan Rama, terlihat seperti wajah
kemenangan setelah mengalahkan ku.
“Hay Put, bisa lo
jelasin semua ini.?” Tanya ku mencoba menahan emosi yang bisa saja meledak
kapan pun.
“Kalau memang kamu udah
lihat semua nya, aku hanya minta putus Vin.” Jawab Putri.
“Tapi kenapa put.?”
Tanya ku.
“Eh Vin, Putri tuh
lebih memilih gua dari pada lo, jadi enyah lo dari sini.” Jawab rama yang
langsung saja memotong pembicaraan aku dan Putri.
Mendengar jawaban
dari Rama, langsung saja ku layangkan beberapa pukulan kearah wajah nya.
Seketika Rama terjatuh dari tempat dimana dia duduk.
“Gua gak minta jawaban
dari lo, anjing.!!” Bentak ku pada anak itu.
Melihat situasi yang
mulai memburuk, Radhit yang dari tadi melihat dari kejauhan langsung berlari
kearahku, bermaksud menghentikan perkelahian kami. Sedangkan Putri hanya bisa
terdiam membisu melihat kejadian ini.
“Kak Vino, tenang
kak.” Ucap Radhit sambil menghalau tubuhku yang maih belum puas menghajar
laki-laki itu.
“Makasih untuk
semuanya put.” Ucapku dengan emosi yang bercampur aduk kepada Putri. “Dit, ayo
kita jalan.”.
Seketika, kami berdua
pun meninggalkan tempat yang tidak seharusnya ku singgahi tadi. Terlihat
sepintas raut wajah putri yang meneteskan air mata. Sedangkan Radhit, masih
terlihat bingung dengan semuanya yang yang baru saja terjadi.
Ku ajak Radhit
menaiki motorku dan bermaksud mengantarnya pulang. Berhubung Radhit tidak
membawa motornya hari ini.
“Dit, naik sini.”
Ujarku sambil menepuk kursi belakang pada motorku.
Langsung saja Radhit
naik dan mengikuti ku kemanapun aku membawanya.
Tanpa sadar bukannya
mengantar Radhit pulang kerumah nya, aku malah membawanya ke rumahku. Mungkin
karna pikiranku lagi kacau saat ini, sehingga tidak mengerti dengan apa yang
sedang ku lakukan sekarang.
“Kak, ini rumahnya
kak Vino.??” Tanya Radhit penasaran.
“Iya ini rumah aku.
Masuk dulu yuk, nanti bentar lagi baru aku antar kamu pulang.”
Setibanya di rumah,
langsung saja ku suruh Radhit menunggu sejenak di kamarku yang berada di lantai
dua.
“Mau minum apa
dit.??” Tanya ku menawarkan.
“Terserah aja deh
kak.”
“Ya sudah tunggu
bentar ya.” Aku pun pergi ke dapur mengambil sesuatu yang bisa di jadikan
sesuatu untuk diminum.
Beberapa saat
kemudian, aku pun kembali memberikan minuman dingin yang kebetulan selalu ada
di dalam lemari es.
“Kak Vino. Tadi tuh
pacar kakak ya.??” Tanya Radhit memulai pembicaraan.
“Bukan, mantan aku
sekarang.” Balasku rada ketus.
“Owhh..” Jawab Radhit
yang terkesan tidak mau melanjutkan pembicaraan tentang masalah tadi.
Ku lepaskan seragam
yang mulai membuatku sesak. Ku baringkan tubuhku di atas kasur. Ya, aku lelah
dengan semua ini. Tak lama kemudian Radhit pun ikut berbaring di sebelah ku.
Hening, hening, dan
hening. Hingga aku telelap dalam dalam keheningan ini. Dan ku rasa Radhit pun
juga begitu.
***
Kedip-kedip, pandangan
yang samar. “Sial, Gua ketiduran.!!”
Teringat kembali
dengan kejadian yang baru saja ku alami siang ini. Dan ku harap apa yang
terjadi hari ini hanyalah sebuah mimpi. Mimpi horror di siang bolong yang
menyeramkan. Setelah lambat laun kesadaranku mulai pulih, rasanya ada sesuatu
yang mengganjal di perutku. Pantas saja, ternyata tangan Radhit yang sedang
tertidur pulas melingkar di pinggang ku.
Ku singkirkan
perlahan tangan kiri Radhit yang sedang memeluk ku. Ku tatap wajah polosnya
yang terlihat damai saat sedang tertidur pulas. Terlihat begitu lepas tanpa
masalah, tanpa beban. Dan jujur saja, dia terlihat lucu saat sedang tertidur.
Saat sedang asik ku
amati wajahnya, tiba-tiba mata Radhit mulai terbuka perlahan dan kini kami
saling bertatapan. Melihat aku dalam posisi ini, wajah Radhit pun memerah dan
segera saja dia menutupi wajahnya dengan bantal.
“Aaaarrgh..!!! kak
Vino apa-apaan sih.” Rengek Radhit.
“Baru di lihatin gitu
aja udah mewek.. hahahahaa.” Canda ku kepada Radhit. “Udah bangun gih, aku
antarin kamu balik, dah jam lima nih. Tapi cuci muka dulu sana.” Perintah ku.
“Iya iya.” Segera
Radhit beranjak dari ranjang dan mulai melucuti pakaiannya satu-persatu.
“Ehh, kamu mau mandi
dit.??” Tanyaku kepada Radhit yang hanya mengenakan celana pendek, setelah
melucuti semua pakaiannya.
“Ehh.. umm.. enggak
lah kak.”
“Terus itu kenapa
pakaiannya di lepas semua.??” Tanyaku heran. “Kamu masih ngigau ya dit.??”
“Hehehee.” Radhit
hanya bisa nyengir-nyengir salah tingkah.
Radhit pun kembali
mengenakan pakaiannya. Dasar anak yang aneh. Dan setelah dia selesai membasuh
mukanya, langsung saja ku antarkan dia pulang.
Sepanjang perjalanan
hanya terasa hening. Dan keheningan itu hilang saat Radhit menanyakan
pertanyaan konyolnya pada ku.
“Kak... Tadi pas aku
baru bangun, kak Vino habis cium aku ya.??”
“Sapa yang cium
kamu.?? Orang aku juga baru bangun kok..!!” jawabku membela diri. “Lagian kok
kamu bisa nuduh aku gitu sih.??” Aku balik bertanya.
“Habisnya kak Vino
kan baru putus sama pacarnya. Sapa tau aja kak Vino udah putar haluan
jadi..................................” perkataan Radhit terhenti.
“Jiaaah, ngeyel kamu.”
Balas ku yang sudah tau arah tujuan pembicaraan Radhit. “Lagian kalo aku udah
putar haluan, kamu orang pertama yang bakal aku pacarin deh. Hahahaaa.”
Radhit hanya membalas
dengan senyuman kecut sambil rada nyengir-nyengir gak jelas.
Setibanya di rumah
Radhit.
“Masuk dulu yuk kak.”
Ajak Radhit sambil menarik tangan ku.
“Aku gak bisa
lama-lama tapi dit.”
“Yaudah gak apa. Yang
penting kak Vino masuk dulu.”
Rumah Radhit terlihat
begitu sepi. Saat sedang melihat sekeliling, ada sesuatu yang cukup menarik
perhatianku. Sebuah lemari kaca yang diisi oleh medali, setifikat, dan beberapa
trophy. Bahkan di bagian paling bawah lemari, ada baju basket yang tertera
nomer 8 di bagian punggung.
“Ini semua punya kamu
dit.??” Tanyaku
“Bukan kak, hanya
medali yang itu punya aku.” Jawab Radhit sambil menunjuk salah satu medali yang
ada di bagian paling atas.
“Terus sisanya punya
siapa.??” Tanyaku yang kini benar-benar penasaran.
“Sisanya punya kak
Nino, kakak kandung aku. Dan rasanya lemari ini juga gak bakal diisi lagi oleh
penghargaan nya kak Nino.” Jawab Radhit rada lesu.
“Loh, emang kenapa.?
Kalau dia bisa mendapatkan penghargaan sebanyak ini, rasanya menambah satu
penghargaan lagi bukan hal yang susah kan buat dia.?”
“Iya, bukan hal yang
susah buat kak Nino kalo dia masih hidup.” Jawab Radhit dengan senyuman kecut
menghiasi wajahnya.
“Owh, maaf ya dit,
aku gak tau.”
“Gak apa kok kak.
Lagian kan ada kak Vino sebagai penggantinya kak Nino.” Ucap Radhit dengan
senyum lebar penuh harapan.
Ku lirik sebuah foto
yang terpajang di dinding. Ada foto sebuah keluarga kecil disana. Terdiri dari
sepasang suami istri dan dua orang anak laki-laki.
“Dit, itu kakak kamu.??”
Ku tunjuk salah satu orang yang berada di foto itu.
“Iya kak, mirip kan
sama kak Vino.” Jawab Radhit.
“Kalo di lihat
sepintas sih rada mirip juga.” Ucap ku membandingkan. “Kalo boleh tau, kakak
kamu meninggal kenapa dit.??”
“Kak Nino kecelakaan
waktu mau jemput aku pulang sekolah saat aku masih SMP sekitar dua tahun lalu.
Dia meninggal saat perjalanan kerumah sakit. Kata dokter benturan keras di
kepala kak Nino yang menyebabkan pendarahan di otak. Dan karna itu kak Nino gak
bisa di selamatin” jelas Radhit.
“Terus orang tua kamu
Dit.??”
“Mama lagi tugas keluar
kota. Sedangkan papa, satu tahun lebih awal dari kak Nino.”
“Papa kamu juga..............??”
“Iya.” Radhit
memotong ucapanku. “Papa meninggal karna serangan jangtung saat sedang tugas di
balikpapan.” Jawab Radhit pelan.
Langsung saja ku
dekap erat tubuh Radhit. Kini aku tahu ternyata beban hidupnya jauh lebih
berat. Ku biarkan air mata Radhit membasahi pundak ku. Dan kurasa, memang ini
yang dia butuhkan. Tempat untuk bersandar, tempat untuk cerita, tempat untuk
melepas semua masalah yang membebaninya.
Dalam waktu yang
cukup berdekatan, dua orang terpenting dalam hidupnya pergi untuk selamanya.
Itu adalah cobaan yang sangat berat bagi Radhit. Sendiri di rumah, kehilangan
sosok pemimpin keluarga. Beruntung Radhit cukup tegar menjalani nya. Dan semoga
dia akan selalu begitu.
SEKALI LAGI...!!! OHH
GOD....!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar